Terinspirasi oleh momen pendidikan di Pertamina Learning Center dan buku bagus berjudul "Mutasi DNA Powerhouse" karangan Rhenald Kasali. akhirnya saya meluangkan waktu menulis setelah sekian lama tidak menulis sesuatu di blog. Kali ini saya ingin menulis tentang perusahaan tempat saya bekerja, yaitu Pertamina. Pertamina merupakan perusahaan besar dan memiliki sejarah panjang di Indonesia. Lebih dari setengah abad telah berlalu, dan pada tahun ini memasuki usianya yang ke-53, Pertamina telah berubah menjadi powerhouse yang telah berevolusi.
Pertamina sebagai powerhouse
Pertamina merupakan hasil merger antara PN Permina dengan PN Pertamin pada tahun 1968. Dipimpin oleh Ibnu Sutowo, Pertamina berkembang menjadi perusahaan besar yang berperan besar dalam pembangunan Indonesia. Pertamina tidak hanya membangun jalan, sekolah, tempat hiburan, tapi juga menjadi cikal bakal industri-industri berat Indonesia saperti besi baja (Krakatau Steel) dan pupuk (Pupuk Pusri dan Pupuk Kaltim). Dan tentu saja yang paling fenomenal adalah pola production sharing contract (PSC). PSC Pertamina memperoleh pembagian hasil 80-20 bagi Indonesia.
Melalui UU No. 8 Tahun 1971, Pertamina memiliki hak monopoli dalam industri migas Indonesia. Menurut Undang-undang ini, Pertamina adalah kepanjangan pemerintah dalam pengelolaan migas dan merupakan BUMN khusus yang diatur khusus lewat Undang-undang. Pertamina bukan sebuah badan berbentuk persero, melainkan sebuah lembaga yang diawasi oleh dewan komisaris yang terdiri dari lima menteri. Singkat kata, Pertamina merupakan perusahaan vital Indonesia. Pada saat itulah Pertamina merupakan powerhouse terbesar dari dunia ketiga.
Powerhouse adalah sebuah rumah besar, dalam hal ini berbentuk badan usaha, yang mengayomi puluhan hingga ratusan ribu orang, baik sebagai karyawan (langsung), maupun sebagai pemasok. Powerhouse memiliki dampak yang sangat besar bagi perekonomian sebuah negara. Contoh powerhouse yang ada di dunia sangat banyak. Di Amerika Serikat, misalnya, ada Exxon, Coca Cola, Microsoft, dll. Jerman memiliki BMW, Mercedes, Audi, dll. Jepang memiliki Toyota, Sony, Honda, dll. Negara tetangga kita, Malaysia, memiliki perusahaan kebanggaan yaitu Petronas. Sementara negara kita memiliki Pertamina.
Mengapa powerhouse sangat penting bagi negara? Yang pertama adalah kemampuannya sangat besar untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Exxon memiliki 979.000 orang karyawan, Astra Internasional memiliki 120.000 orang, dsb. Yang kedua, powerhouse memiliki kontributor penting bagi GDP. Kontribusi Saudi Aramco ke kas kerajaan Saudi antara tahun 1976-1990 sebesar $700 miliar, Pertamina selama 45 tahun telah memberi kontribusi $400 miliar kepada Indonesia. Yang ketiga, powerhouse mengembangkan teknologi. Nokia, misalnya, telah mengembangkan riset-riset pada teknologi digital dan handset telepon seluler. Yang keempat, powerhouse merupakan simbol kemajuan bagi suatu bangsa. Powerhouse yang sehat identik dengan peningkatan kesejahteraan dan mengharumkan nama bangsa. Petronas mengharumkan Malaysia, Microsoft mengharumkan Amerika Serikat, Toyota mengharumkan Jepang, dll.
Namun powerhouse tidak selamanya bertahan di dalam bisnis yang sengit ini. Kekuatan sebuah powerhouse dapat juga melemahkan powerhouse itu sendiri. Selama lebih dari 30 tahun, Pertamina menjadi alat bagi pemerintah untuk mendukung ekonomi negara. Pertamina memiliki hak monopoli migas di Indonesia. Pertamina juga memiliki peran ganda yaitu sebagai pemain di bidang migas (operator) maupun sebagai pengatur (regulator). Pertamina dulu mengenal penetapan harga jual output yang menganut cost plus fee yang berarti pemerintah mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan, lalu ditambah sedikit fee produksi dan distribusi.
Hal-hal di ataslah yang menyebabkan Pertamina susah maju. Proses bisinisnya lamban, banyak terjadi kebocoran, pegawainya banyak yang bersifat birokrat, dan orientasinya bukan efisiensi atau keuntungan karena merasa cost-nya selalu ditanggung pemerintah. Para pejabat zaman dahulu terbiasa dengan pola kerja yang tidak efisien.
Kendala dan Tantangan
Disahkannya UU No. 22 Tahun 2001, menimbulkan perubahan yang besar dalam dunia migas Indonesia yang berdampak besar bagi Pertamina. Salah satu hal yang paling krusial adalah perubahan peran Pertamina yang tadinya sebagai regulator dan operator menjadi hanya operator saja. Peran regulator yang selama ini diemban Pertamina diserahkan kepada BP Migas (untuk bidang hulu) dan BPH Migas (untuk bidang hilir). Secara otomatis, Pertamina tidak lagi memonopoli sektor migas Indonesia.
Peraturan ini juga mewajibkan Pertamina menjadi perusahaan berbentuk perseroan yang terbagi atas saham-saham. Pertamina juga diwajibkan memisahkan bisnis upstream dan downstream. Hal ini mengakibatkan Pertamina memecah bisnisnya kepada anak-anak perusahaan yang kita kenal selama ini, seperti Pertamina EP, Pertamina Geothermal, dll. Peraturan ini menandakan Indonesia memasuki era pasar bebas sektor migas dengan membuka pintu investasi asing. Banyak pihak yang berpendapat bahwa peraturan ini didasari oleh intervensi asing pasca krisis moneter yang menerpa Indonesia pada tahun 1998.
Pertamina tidak lepas dari campur tangan politik. Era 2000an merupakan era pasar terbuka sekaligus era turbulensi bagi Pertamina. Apakah yang dimaksud dengan turbulensi? Mantan direksi BUMN menyebutnya sebagai keadaan dimana direksi menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengurusi hal-hal non bisnis ketimbang bisnis. Seharusnya pemerintah lebih memperlakukan BUMN sebagai perusahaan, bukan sebagai alat pemerintah yang lekat dengan birokratisasi politik.
Di Malaysia misalnya, Petronas didesain sebagai wadah usaha otonom yang bebas dari campur tangan negara, bukan wadah pemerintah. Petronas diberi hak, kuasa, dan keistimewaan dalam mengendalikan dan memajukan sumber minyak di negaranya. Pada intinya, pemerintah Malaysia sangat mendukung Petronas untuk maju. Lihat keadaan Petronas sekarang. Perusahaan yang dulunya berguru kepada Pertamina ini sangat maju dan memiliki profit yang sangat tinggi. Petronas saja sudah memiliki pendapatan sebesar 75% dari total pendapatan BUMN yang ditargetkan pada 2010. Laba bersih Petronas pun lebih besar daripada laba seluruh BUMN yang ditargetkan pada 2010.
Dalam bidang distribusi, Pertamina wajib mendistribusikan BBM ke seluruh wilayah Indomesia. Keadaan geografis Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang tersebar luas. Faktor ini membuat proses distribusi BBM harus bergerak di antara celah-celah lautan dengan biaya pengangkutan yang tinggi. Hal ini tentu saja tidak terjadi di negara Singapura ataupun Arab Saudi yang wilayahnya berupa dataran.
Persepsi masyarakat terhadap Pertamina banyak yang miring dan menganggap Pertamina sebagai perusahaan penuh KKN dan kualitas produknya memprihatinkan. Contoh terbaru adalah kasus meledaknya tabung elpiji, kenaikan BBM, dll. Pendapat tersebut harus diluruskan mengingat Pertamina butuh dukungan masyarakatnya sendiri. Misalnya untuk masalah kenaikan BBM, masyarakat harus mengerti terlebih dahulu bahwa peran Pertamina sekarang bukan lagi sebagai regulator, dan terjadi kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan tersebut dapat menaikkan subsidi pemerintah yang dapat menguras kas negara. Sehingga pemerintah (sebagai regulator) harus membatasi subsidi BBM.
Pada awal tahun 2011 saja, harga minyak dunia dapat mencapai angka $100/barel. Akibatnya Pertamina harus merogoh kocek lebih dalam untuk menalangi biaya tersebut karena hubungan antara pemerintah dan Pertamina menjadi beban yang lebih besar apabila kita meneropong sistem pembayaran berdasarkan PSO. Pemerintah baru bisa membayar ke Pertamina mundur satu tahun kemudian. Itu pun baru dapat dilakukan setelah prosedur dan audit Pertamina dikatakan beres oleh pemerintah. Akibatnya tentu saja dapat mempengaruhi cash flow Pertamina.
Faktor lain adalah masalah cadangan minyak. Negara kita ternyata tidak memiliki cadangan minyak sebanyak seperti yang disangka banyak orang. Total cadangan minyak Indonesia sampai sekarang tidak mampu mencukupi kebutuhan BBM masayarakatnya. Terbukti Pertamina hanya mencukupi sekitar 50% total kebutuhan masyarakat Indonesia. Sisanya? Kita mengimpor minyak dari luar. BP Migas sendiri telah menyatakan berat untuk mencapai target lifting 970.000 barel per hari sesuai APBN 2011.
Pertamina sendiri berusaha untuk mengakuisisi lahan minyak baru tak hanya di dalam negeri, tapi sampai ke luar negeri. Saat ini, Pertamina telah memiliki beberapa blok di Libya, Vietnam, Australia, Iraq, Qatar, dan Sudan. Hal itu dimaksudkan untuk mencari sumber minyak baru untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Pengembangan energi alternatif seperti geothermal juga harus lebih dimaksimalkan oleh negara agar tidak terlalu bergantung kepada minyak.
Transformasi Menuju World Class Company
Sebuah powerhouse harus berkembang dan berubah agar terus menjadi besar. Powerhouse harus mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya. Era pasar terbuka di dunis migas Indonesia harus menjadi cambuk bagi Pertamina untuk dapat bergerak maju. Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah berubahnya logo Pertamina dan semakin bagusnya SPBU Pertamina agar tidak kalah dari pesaingnya seperti Shell, Petronas, atau Total. Hal itu adalah implementasi salah satu tata nilai customer focused dalam Transformasi Pertamina.
Pertamina telah melakukan culture change dengan melahirkan tata nilai 6C pada tahun 2006. Seluruh karyawan Pertamina diwajibkan menerapkan tata nilai 6C yang terdiri dari clean, competitive, confident, customer focused, commercial, and capable. Sehingga nantinya tata nilai tersebut dapat mengubah mindset dan mendrive seluruh karyawan Pertamina menuju target world class company. Sehingga Pertamina tidak terjebak oleh budaya masa lalu, dan dapat berjalan elegan ke masa depan. Sejalan dengan rencana bisnis menjadi world class company, peran SDM sangat penting bagi Pertamina untuk mencetak manusia-manusia berkelas dunia.
Faktor dukungan masyarakat juga dibutuhkan untuk dapat mendukung Pertamina menjadi lebih maju. Produk Pertamina itu berkualitas. Berdasarkan hasil site visit saya ke berbagai tempat kilang dan depot, produk BBM yang dipasarkan di dalam negeri oleh Shell atau Petronas pun berasal dari kilang Pertamina. Pelumas Pertamina bahkan merupakan produk yang telah diakui dunia. So, cintailah produk dalam negeri. Kita untung, bangsa untung.
2 comments:
nice post! kasihan memang pertamina sering jadi kambing hitam masalah migas di indonesia. padahal mslh peraturan dan peranan juga, pemerintah lah yg sering ga konsisten. salam kenal & izin share link di blog saya ya :D
thanks, salam kenal shinta. silahkan dishare linknya
Post a Comment